Memahami Spasmofilia: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Memahami Spasmofilia: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Penulis: Dita | Editor: Umi

Secara bahasa, spasmofilia adalah kecenderungan abnormal yang dialami seseorang berupa kejang atau tegang karena adanya stimulasi mekanik atau listrik yang ringan. Tidak banyak literatur yang membahas mengenai spasmofilia sebagai penyakit. Hal ini mungkin karena gejala yang ditimbulkan oleh setiap orang berbeda-beda atau karena dianggap bukan masalah yang serius.

Umumnya, gejala spasmofilia akan dimulai dengan ketegangan atau kaku otot, kedutan maupun kram yang terjadi di bagian tubuh tertentu dengan gejala serangan panik yang mengikuti atau mendahuluinya. Apabila kondisinya parah, kekakuan otot ini bisa mengakibatkan penderitanya mengalami kejang.

Spasmofilia mungkin adalah istilah asing bagi sebagian besar orang. Menurut pengamatan yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang, spasmofilia umumnya dialami oleh orang-orang yang masih muda dengan rentang usia berkisar antara 14–35 tahun. Spasmofilia juga lebih umum terjadi pada wanita ketimbang pria.

Baca Juga: Apa Saja Fungsi dan Sumber Elektrolit?

Gejala Spasmofilia

Spasmofilia didefinisikan sebagai beberapa gejala yang berhubungan dengan kecemasan. Gejala pertama berupa hiperventilasi yang merupakan kecepatan ritme pernapasan. Kondisi ini akan menyebabkan perasaan sesak napas yang tersentak-sentak, dan kebutuhan terhadap udara segar.

Ada juga gejala berupa tetani otot, yaitu kumpulan gejala yang ditandai dengan kesemutan, mati rasa, kram, atau kontraksi otot yang intens dan menyakitkan, serta menyebabkan tangan atau kaki melengkung.

Penderita bahkan mungkin akan mengalami kesulitan membuka mulut, atau mengalami asthenia atau kelelahan hebat terutama saat baru bangun tidur, baik secara fisik maupun intelektual.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penderita spasmofilia menunjukkan tanda yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Ada yang mengalami gangguan jantung berupa takikardia, jantung berdebar, dan nyeri dada.

Di sisi lain, ada juga penderita spasmofilia yang mengalami gangguan pencernaan (kejang usus, nyeri perut, dan mual), serta gangguan sensorik (gemetar, menggigil, dan berkeringat dingin).

Penyebab Spasmofilia

Penyebab terjadinya spasmofilia cenderung tidak jelas. Ada yang meyakini kondisi ini sebagai reaksi tubuh terhadap stres atau situasi cemas yang muncul tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas. Ketakutan ini menyebabkan munculnya gejala yang dengan sendirinya akan memicu rasa takut bagi penderitanya.

Ada juga dugaan yang menyebutkan bahwa spasmofilia berhubungan dengan kekurangan magnesium dan kalsium yang kronis. Keduanya berperan penting dalam kontraksi otot dan transmisi impuls saraf.

Selain itu, para peneliti percaya bahwa riwayat keturunan atau genetik juga berkaitan erat dengan spasmofilia. Hal ini berarti bila anggota keluarga Anda mengidap spasmofilia, maka faktor risiko akan semakin besar.

Baca Juga: 9 Gejala Kerusakan Saraf yang Perlu Diwaspadai

Diagnosis Spasmofilia

Untuk mengetahui dengan pasti apakah kejang otot yang dialami pasien terkait dengan spasmofilia atau bukan, ada beberapa pilihan tes yang mungkin akan dilakukan oleh dokter antara lain:

1. Trousseau’s sign

Dokter dapat mengetahui apakah pasien memiliki hipokalsemia jika menemukan tanda Trousseau. Dokter akan melakukan pengukuran tekanan darah selama 2–3 menit.

Selama manset tensimeter ditempatkan di lengan pasien, dokter akan mengamati perubahan telapak tangan dan jari pasien. Jika pasien memiliki hipokalsemia, otot lengan mereka akan aktif tanpa sadar membuat gerakan fleksi (menekuk) pada pergelangan tangan dan jari tangan.

2. Chvostek’s Sign

Dokter akan menepuk pipi dengan lembut, tepatnya 2 cm di depan tragus telinga (bagian menonjol dari telinga bagian depan yang dekat dengan pipi).

Jika tanda Chvostek positif, terjadi kedutan pada otot-otot wajah, sedangkan bila tidak ada kontraksi dari otot wajah maka menandakan hasil Chvostek negatif.

Tanda Chvostek positif dapat mengindikasikan pasien memiliki hipokalsemia atau ketidakseimbangan elektrolit lainnya, serta kondisi parah (seperti gagal ginjal atau pankreatitis akut).

3. Tes darah

Tes darah dilakukan untuk memastikan bahwa kadar magnesium maupun kalsium pasien tidak di bawah batas normal.

Pengobatan Spasmofilia

Terapi mungkin akan dilakukan untuk membantu pasien menangani masalah kesehatan mental, seperti stres dan gangguan kecemasan. Jenis terapi yang paling umum dipakai adalah terapi perilaku dan kognitif.

Selama menjalani terapi ini, pasien disarankan untuk bersikap terbuka dan berdiskusi dengan jujur kepada terapis mengenai serangan panik yang dialami. Hal ini dilakukan agar terapis dapat menemukan solusi sehingga pasien bisa mengubah pola pikir dan memperbaiki cara pasien dalam menyikapi pemicu serangan panik.

Perawatan obat dengan menggunakan antidepresan juga bisa membantu mengurangi frekuensi serangan. Untuk opsi ini, perlu dipertimbangkan efek samping obat dan kemungkinan ketergantungan.

Jika dalam tes darah ternyata kandungan kalsium dan magnesium dalam darah pasien rendah, dokter mungkin akan memberikan suplemen dan menyarankan perubahan pola makan dengan mengonsumsi makanan yang kaya kalsium dan magnesium.

Baca Juga: 7 Gejala Kekurangan Kalium (Hipokalemia)

 

Sumber

Paediatrica Indonesiana (2023). Spasmophilia.  www.paediatricaindonesiana.org

Oh! Mymag (2019). Spasmophilia: What Is It? Signs, Symptoms & Treatment. www.ohmymag.co.uk

Science Direct (2019). Spasmophilia. www.sciencedirect.com

Merriam-Webster Dictionary (2023). Spasmophilia. www.merriam-webster.com