Ketahui 7 Jenis Penyakit Endemik di Indonesia

Ketahui 7 Jenis Penyakit Endemik di Indonesia

Penulis: Dea | Editor: Umi

Ditinjau oleh: dr. Bianda Dwida

Terakhir ditinjau: 14 Agustus 2023

 

Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia sering kali berhadapan dengan berbagai penyakit endemik. Penyakit endemik sendiri masih berdampak luas, terutama di negara berkembang.

Suatu penyakit bisa menjadi endemik jika penyakit tersebut selalu muncul dan secara terus-menerus menginfeksi wilayah atau populasi tertentu. Ada beberapa jenis penyakit endemik di Indonesia, yaitu:

Baca Juga: Ketahui Apa itu Epidemiologi dan Istilah-istilahnya

1. Chikungunya

Chikungunya merupakan penyakit virus yang disebarkan oleh nyamuk yang telah terinfeksi virus ini. Virus yang menjadi pemicu penyakit ini bernama virus chikungunya.

Di Indonesia penyakit ini pertama kali muncul di kota Bandung pada Desember 2002.  Penyakit ini paling sering muncul saat musim hujan dan paling sering di wilayah yang mempunyai tingkat curah hujan yang tinggi.

Penyakit ini tidak sering menimbulkan kematian, tetapi gejalanya bisa serius dan membuat penderitanya menjadi lumpuh. Mayoritas pasien merasa kondisi mereka lebih baik dalam waktu seminggu. Namun, ada juga sebagian orang yang mengalami nyeri sendi hingga berbulan-bulan.

2. Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit yang dipicu oleh bakteri bernama Salmonella typhi. Penyakit ini tersebar melalui makanan atau air yang telah terkontaminasi.

Seseorang yang tinggal di daerah yang mempunyai sanitasi yang buruk berisiko tinggi mengalami penyakit ini. Demam tifoid atau tipes ini sendiri masih menjadi ancaman kesehatan yang serius bagi negara berkembang, salah satunya Indonesia.

Gejala-gejala yang muncul akibat penyakit ini termasuk demam tinggi, sakit kepala, sakit perut, batuk, tidak nafsu makan, malaise, konstipasi atau diare. Kondisi ini harus segera mendapatkan penanganan agar gejala yang Anda alami bisa bertambah parah.

3. Malaria

Malaria merupakan penyakit berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang telah terinfeksi. Nyamuk ini membawa parasit bernama Plasmodium.

Saat nyamuk tersebut menggigit Anda, parasit dilepaskan ke dalam aliran darah Anda. Gejala malaria umumnya berkembang dalam 10 hari hingga 4 minggu setelah terinfeksi, tetapi ada sebagian kasus yang gejalanya tidak berkembang selama beberapa bulan.

Kasus malaria paling banyak terjadi di negara beriklim tropis dan subtropis, tempat tinggal ideal bagi parasit.

Baca Juga: Risiko Penyakit Berdasarkan Klasifikasi Usia Menurut WHO

4. Japanese Encephalitis

Japanese encephalitis merupakan infeksi otak akibat virus  yang disebarkan oleh gigitan nyamuk. Penyakit ini banyak terdapat di daerah pedesaan di Asia Tenggara, pulau-pulau Pasifik, dan Timur.

Mayoritas orang yang terpapar oleh virus japanese encephalitis tidak mempunyai gejala, atau mengalami gejala ringan, sehingga banyak yang keliru mengiranya sebagai flu.

Padahal sekitar 1 dari setiap 250 orang yang mengidap japanese encephalitis mengalami gejala yang lebih serius ketika infeksi telah tersebar ke otak. Gejala tersebut umumnya timbul 5 hingga 15 hari setelah infeksi.

Gejala-gejalanya meliputi demam, kejang, kekakuan di leher, merasa bingung, kehilangan kemampuan untuk berbicara, gemetar yang tidak dapat dikendalikan, dan otot menjadi lemah.

5. Demam Berdarah 

Penyakit ini paling sering muncul di daerah beriklim tropis dan subtropis. Demam berdarah yang ringan bisa menjadi pemicu demam tinggi dan gejala menyerupai flu.

Sedangkan demam berdarah yang parah, atau biasa disebut dengan demam berdarah dengue bisa memicu perdarahan parah, tekanan darah menurun secara tiba-tiba, bahkan kematian.

Kasus demam berdarah paling sering ditemukan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia), pulau-pulau yang ada di Pasifik barat, Amerika Latin, dan Afrika.

6. Rabies

Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus penyebabnya ditularkan melalui gigitan hewan yang telah terpapar. Virus tersebut termasuk virus RNA yang berasal dari keluarga rhabdovirus.

Tanpa penanganan yang cepat, umumnya penyakit ini bisa berakibat fatal. Rabies berkembang pada 5 tahap yang berbeda, yaitu inkubasi, prodromal, masa neurologis akut, koma, dan kematian. Inkubasi merupakan waktu sebelum munculnya gejala.

Umumnya gejala berjalan dari 3 sampai 12 minggu, tetapi bisa juga memakan waktu lebih singkat yaitu 5 hari atau bahkan lebih lama, lebih dari 2 tahun.

7. Filariasis

Filariasis juga dikenal dengan sebutan penyakit kaki gajah. Penyakit menular ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena masih berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia dan bisa mengakibatkan kecacatan seumur hidup.

Di Indonesia sendiri, sampai tahun 2014 terdapat lebih dari 14 ribu orang menderita filariasis kronis yang tersebar di semua provinsi. Bahkan secara epidemiologi, lebih dari 120 juta penduduk Indonesia berada di daerah yang berisiko tinggi tertular penyakit ini.

Meskipun sebagian penyakit mungkin berbahaya, namun penyakit endemik tersebut dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat. Pastikan selalu melakukan tindakan pencegahan yang dianjurkan agar terhindar dari penyakit tersebut.

Baca Juga: Kenali Berbagai Penyakit yang Disebabkan oleh Virus

Sumber

Healthline. (2019). Malaria. www.healthline.com

Living in Indonesia. (2019). Typhoid Fever. www.expat.or.id

Mayo Clinic. (2020). Dengue Fever. www.mayoclinic.org

Mayo Clinic. (2020). Typhoid Fever. www.mayoclinic.org

NHS. (2019). Japanese Encephalitis. www.nhs.uk

Living in Indonesia. Medical Advice for Travelers to Indonesia. www.expat.or.id

Living in Indonesia. Chikungunya. www.expat.or.id

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi Filariasis di Indonesia. pusdatin.kemkes.go.id

World Health Association. (2020). Chikungunya. www.who.int

Wesley de Jong, Musofa Rusli, Soerajja Bhoelan, Sofie Rohde, Fedik A. Rantam, Purwati A. Noeryoto, Usman Hadi, Eric C. M. van Gorp & Marco Goeijenbier (2018) Endemic and emerging acute virus infections in Indonesia: an overview of the past decade and implications for the future, Critical Reviews in Microbiology, 44:4, 487-503, DOI: 10.1080/1040841X.2018.1438986