Pahami Tindakan Medis Aborsi Ketika Kehamilan Bermasalah

Pahami Tindakan Medis Aborsi Ketika Kehamilan Bermasalah

Penulis: Gradita | Editor: Alhasbi

Ditinjau oleh: dr. Bianda Dwida

Terakhir ditinjau: 16 September 2022

 

Tindakan menggugurkan kandungan atau mengakhiri kehamilan secara paksa lebih dikenal dengan aborsi. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan seorang wanita harus melakukan aborsi kandungan. Berikut ini beberapa hal yang perlu Anda pahami tindakan medis aborsi ketika ada masalah kehamilan.

Terdapat berbagai penyebab seseorang melakukan tindakan aborsi seperti hamil di luar nikah, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya dukungan keluarga, adanya masalah dengan pasangan, hingga alasan medis tertentu.

UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengatur bahwasanya setiap orang tidak boleh melakukan praktik aborsi. Atas dasar tersebut, tindakan aborsi bisa masuk dalam kegiatan kriminal.

Namun, pada Pasal 75 ayat (2), tindakan aborsi diperbolehkan dan menjadi legal ketika kondisi kehamilan tidak mungkin untuk dilanjutkan seperti kehamilan yang dapat membahayakan nyawa ibu dan/atau janin hingga kehamilan karena pemerkosaan yang menyebabkan trauma psikologis.

Namun, perlu Anda perhatikan, tindakan aborsi karena masalah kehamilan harus berdasarkan pantauan serta anjuran dokter dan tenaga medis. Oleh sebab itu, tindakan aborsi memerlukan konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Perlu Anda pahami, tindakan aborsi termasuk dalam tindakan kriminal kecuali untuk alasan medis tertentu. Untuk alasan tertentu, tindakan aborsi harus mendapatkan izin serta mendapatkan pemantauan secara langsung dari dokter.

Ketika aborsi merupakan pilihan yang harus ditempuh, dokter biasanya akan memberikan beberapa metode pengguguran dengan pemantauan medis secara langsung.

Baca Juga: Plasenta Akreta, Tumbuhnya Plasenta di Dinding Rahim yang Terlalu Dalam

Metode Medikasi

Umumnya, dokter akan merekomendasikan metode medikasi apabila kehamilan masih berada di usia awal trimester pertama (12 minggu pertama kehamilan).

Mengutip laman National Health Service (NHS), metode obat dapat bekerja secara efektif (mencapai 97%) apabila mengonsumsinya dengan dosis yang tepat. Adapun dokter akan memastikan dosis yang tepat sesuai dengan kondisi ibu hamil maupun janin.

Umumnya, obat penggugur kandungan bisa diminum secara oral atau memasukkannya ke dalam vagina. Adapun reaksi obat akan terasa beberapa jam setelah mengonsumsi obat. Tanda yang umum yaitu akan mengalami kram perut dan perdarahan hebat.

Kedua jenis obat tersebut bekerja dengan cara menghambat kerja hormon progesteron, yaitu hormon yang dibutuhkan embrio untuk tumbuh dan berkembang.

Selain itu, kedua obat tersebut juga akan memicu kontraksi rahim dan mendorong jaringan embrio keluar. Setidaknya obat ini membutuhkan waktu sekitar 3–4 hari untuk mengeluarkan semua jaringan embrio dari dalam rahim.

Perlu Anda pahami, tidak semua ibu hamil boleh melakukan metode ini untuk mengakhiri kehamilannya. Adapun dokter akan memberikan metode ini ketika menemukan beberapa kondisi sebagai berikut.

  • Terjadi kehamilan di luar rahim (kehamilan ektopik).
  • Memiliki alergi terhadap obat mifepristone atau misoprostol.
  • Mempunyai riwayat gangguan pendarahan atau sedang mengonsumsi obat pengencer darah.
  • Memiliki penyakit hati, ginjal, atau paru-paru.
  • Sedang menggunakan KB spiral/IUD.
  • Mengonsumsi obat kortikosteroid untuk waktu yang lama.

Risiko Komplikasi Obat Penggugur Kandungan

Penting untuk Anda ketahui, ada beberapa komplikasi yang mungkin muncul ketika menggunakan obat penggugur kandungan untuk kepentingan medis antara lain:

  • Aborsi tidak komplit, sehingga membutuhkan bantuan operasi untuk menyelesaikannya
  • Kehamilan akan tetap berlanjut ketika prosedur obat tidak bekerja
  • Kemungkinan jaringan kehamilan tertinggal di rahim dan muncul gumpalan darah di rahim
  • Perdarahan yang bisa berakibat fatal, karena ibu hamil akan mengalami perdarahan hebat yang berlangsung dengan cepat (dalam hitungan menit maupun jam)
  • Terjadi infeksi
  • Gangguan sistem pencernaan
  • Demam atau gejala seperti flu, di mana dokter akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut ketika terjadi lebih dari 1 hari.

Perlu Anda ketahui, perdarahan pada kehamilan dan persalinan (khususnya di Indonesia) masih menjadi penyebab terbesar angka kematian ibu (AKI) yang cukup tinggi. Oleh karena itu, dokter akan memantau dengan ketat kondisi kesehatan bumil.

Dokter akan melakukan penanganan lebih lanjut ketika terjadi pendaharan yang mengharuskan Anda mengganti dua pembalut dalam satu jam.

Namun, jika Anda memutuskan untuk melanjutkan kehamilan pasca mengonsumsi obat aborsi maka kehamilan Anda akan berisiko mengalami komplikasi besar. Aborsi medis memang belum terbukti memengaruhi kehamilan, tetapi memungkinkan terjadinya komplikasi yang terus berkembang.

Baca Juga: Jangan Hanya Salahkan Wanita, Ini Penyebab Susah Hamil yang Wajib Dipahami

Metode Operasi

Tindakan operasi untuk menggugurkan kandungan sebenarnya bergantung pada usia kehamilan. Dokter mungkin akan merekomendasikan beberapa tindakan operasi sesuai dengan kondisi Anda.

Apabila usia kehamilan Anda berada pada trimester pertama, kemungkinan besar dokter akan menggunakan prosedur aspirasi vakum. Sementara jika usia kehamilan di trimester kedua (lebih dari 13 minggu kehamilan), kemungkinan dokter akan memilih prosedur dilatasi dan evakuasi (D&E).

Selain itu, apabila kehamilan Anda sudah memasuki trimester ketiga, dokter akan menganjurkan prosedur dilatasi dan ekstraksi (D&E).

1. Aspirasi vakum

Prosedur aspirasi vakum biasanya berjalan sekitar 10 menit. Saat melakukan prosedur ini, dokter akan meminta Anda berbaring di atas tempat tidur khusus yang memungkinkan Anda bisa menekuk lutut.

Kemudian, dokter akan memasukkan alat spekulum ke dalam vagina yang berfungsi untuk melebarkan vagina, sehingga dokter bisa melihat leher rahim. Setelah itu, dokter akan menyeka vagina dan leher rahim dengan larutan antiseptik.

Selanjutnya, dokter akan menyuntikkan obat bius ke leher rahim dan memasukkan tabung kecil yang melekat pada mesin isap (vakum) ke rahim dan isi rahim dibersihkan.

Penting untuk Anda ingat bahwa prosedur aspirasi vakum tidak berlaku untuk semua kasus. Apabila ibu hamil mengalami gangguan pembekuan darah, kondisi rahim yang tidak normal, serta terjadi infeksi panggul, aspirasi vakum bukan merupakan pilihan yang tepat.

2. Dilatasi dan evakuasi

Dilatasi dan evakuasi merupakan prosedur yang mengombinasikan aspirasi vakum, forcep (alat penjepit khusus), dan dilatasi kuret. Tindakan medis ini akan memakan waktu beberapa hari.

Hari pertama, dokter akan membuat serviks melebar untuk memudahkan dokter dalam menghilangkan jaringan kehamilan. Pada hari kedua, dokter menggunakan forcep untuk mengangkat janin dan plasenta, serta menggunakan alat kuret yang menyerupai sendok untuk mengikis lapisan rahim.

Prosedur ini tergolong sangat menyakitkan, tetapi dokter biasanya akan memberikan obat untuk mengurangi rasa sakitnya. Untuk melakukan prosedur ini, dokter biasanya membutuhkan waktu 1020 menit.

3. Dilatasi dan ekstraksi

Dokter mungkin akan menyarankan dilatasi dan ekstraksi apabila terjadi masalah serius pada ibu dan janin ketika usia kehamilan lebih dari 21 minggu.

Sebenarnya prosedur ini tidak berbeda jauh dengan prosedur dilatasi dan evakuasi. Namun prosedur ini melibatkan pembedahan untuk mengakhiri kandungan. Jika perlu, dokter mungkin akan melakukan induksi persalinan, hysterotomy, dan histerektomi.

Ketika seseorang terindikasi mengalami masalah pada kehamilan, aborsi mungkin menjadi solusi yang harus ditempuh. Tentunya, hal ini penting demi keselamatan ibu dan/atau janin, tentunya dengan persetujuan Anda dan pasangan.

Baca Juga: Berbagai Risiko Kesehatan Setelah Aborsi

 

Sumber

ACOG. (2021). Abortion Care. www.acog.org

Harvard Health Publishing. (2019). Abortion (Termination Of Pregnancy). www.health.harvard.edu

Infeksi Emerging Kemenkes. (2009). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN.  www.infeksiemerging.kemkes.go.id

Mayo Clinic. (2020). Medical abortion. www.mayoclinic.org

NHS. (2020). What happens – Abortion.  www.nhs.uk

Planned Parenthood. How safe is the abortion pill? plannedparenthood.org