Berbagai Risiko Kesehatan Setelah Aborsi

Berbagai Risiko Kesehatan Setelah Aborsi

Penulis: Heldania | Editor: Handa

Aborsi adalah sebuah tindakan mengakhiri kehamilan sehingga mencegah kelahiran seorang anak. Hampir semua negara mengizinkan aborsi secara medis karena beberapa kondisi, seperti mengancam kesehatan ibu yang mengandung, keguguran, atau hamil dari hasil pemerkosaan (aborsi legal bisa dilakukan untuk usia kandungan kurang dari 40 hari).

Aborsi bisa dilakukan lewat obat-obatan maupun operasi dan umumnya sangat aman dilakukan pada usia kandungan dibawah 24 minggu. Sebagian besar wanita tidak akan mengalami masalah apapun. Namun seperti perawatan medis lainnya, selalu ada risiko yang mungkin terjadi. Berikut beberapa risiko kesehatan setelah melakukan aborsi yang perlu Anda ketahui.

Efek Samping Aborsi

Setelah melakukan aborsi, Anda mungkin akan mengalami nyeri haid, kram perut, dan pendarahan vagina. Kondisi Anda akan pulih secara bertahap setelah beberapa hari, atau paling lama 1 hingga 2 minggu.

Anda tidak perlu khawatir karena kondisi ini normal dan perdarahan biasanya mirip dengan perdarahan saat menstruasi. Efek samping umum yang dihadapi kebanyakan wanita setelah aborsi, meliputi:

  • Pendarahan
  • Kram
  • Pusing
  • Kantuk
  • Mual dan muntah

Komplikasi Berdasarkan Jenis Aborsi

Komplikasi yang mungkin terjadi setelah aborsi bisa bervariasi berdasarkan jenis aborsi dan usia kandungan. Untuk aborsi menggunakan obat-obatan, risiko komplikasi serius untuk usia kandungan kurang dari 14 minggu bisa berupa pendarahan hebat, kerusakan rahim, atau sepsis.

Sedangkan untuk usia kandungan lebih dari 14 minggu, Anda mungkin mengalami infeksi atau cedera pada rahim. Komplikasi yang terjadi karena aborsi menggunakan obat-obatan tersebut tidak jauh berbeda dengan komplikasi yang mungkin ditimbulkan melalui  aborsi operasi. Terlepas dari usia kandungan, Anda mungkin perlu melakukan prosedur tambahan untuk menghilangkan sisa kehamilan yang tertinggal dalam rahim.

Kondisi yang Perlu Dikhawatirkan Setelah Aborsi

Efek samping setelah aborsi di atas mungkin akan Anda rasakan dan itu normal. Namun, ada beberapa kondisi lain yang perlu Anda khawatirkan. Pastikan Anda mencari pertolongan medis sesegera mungkin jika mengalami beberapa kondisi serius, seperti di bawah ini:

  • Nyeri parah yang tidak dapat dikendalikan dengan obat penghilang rasa sakit
  • Perdarahan hebat (umumnya karena ada jaringan janin yang tertinggal dalam rahim). Transfusi darah dan tindakan kuret mungkin perlu dilakukan
  • Sakit perut atau ketidaknyamanan yang tidak tertolong dengan pengobatan dan istirahat
  • Suhu tubuh tinggi, mencapai 38 derajat Celcius atau lebih
  • Keluarnya cairan yang berubah warna atau berbau dari vagina
  • Kerusakan pada rahim (lubang atau luka berat di dindang dan leher rahim) dan vagina akibat prosedur aborsi yang tidak dilakukan dengan benar.
  • Mendapati tanda-tanda atau perasaan masih hamil, seperti mual dan nyeri payudara
  • Infeksi berat yang ditandai dengan demam dan nyeri hebat pada area panggul
  • Trauma psikologis (merasa malu, bersalah, stres, cemas, hingga depresi) yang lebih besar terjadi bagi mereka yang melakukan aborsi secara ilegal

Baca Juga : Cara Mengatasi Sakit Pinggang saat Hamil

Pengaruh Aborsi Terhadap Kehamilan

Dibanding aborsi melalui operasi, aborsi menggunakan obat-obatan memiliki risiko yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh fakta bahwa aborsi obat-obatan umum dilakukan selama masa awal kehamilan, sehingga secara keseluruhan mengurangi risiko komplikasi.

Oleh karena itu, menjalani aborsi obat-obatan relatif aman dan tidak berdampak negatif terhadap kehamilan setelah aborsi. Sementara itu, aborsi lewat operasi melibatkan pengangkatan janin dengan alat penghisap dan alat yang disebut kuret.

Dalam kasus yang jarang terjadi, aborsi melalui operasi dapat menyebabkan jaringan parut pada dinding rahim atau sindrom Asherman. Jika jaringan parut terjadi, mungkin menjadi lebih sulit untuk hamil lagi dan dapat menyebabkan keguguran di kemudian hari.

Kehamilan Setelah Aborsi

Aborsi umumnya tidak memengaruhi kesuburan Anda. Menstruasi akan kembali normal dalam waktu 4 hingga 6 minggu setelah aborsi dilakukan. Anda juga bisa hamil hanya beberapa minggu setelah melakukan aborsi.

Namun, pemeriksaan rutin minimal selama 2 minggu setelah aborsi perlu dilakukan untuk memastikan aborsi berhasil dan tidak ada komplikasi. Dokter biasanya menganjurkan Anda untuk menunda hubungan seks setidaknya selama satu hingga dua minggu untuk mengurangi risiko infeksi.

Gangguan kesuburan juga mungkin ada apabila Anda mengalami infeksi pada rahim yang belum mendapat penanganan, perdarahan hebat, atau kerusakan pada dinding rahim. Setelah waktu tersebut, Anda tidak perlu menunggu jika merasa siap secara mental, emosional, dan fisik untuk kembali hamil.

Namun, jika Anda mengalami komplikasi setelah aborsi atau belum siap secara emosional, sebaiknya tunggu sampai Anda siap baik secara fisik maupun mental. Jika Anda mengalami komplikasi akibat aborsi, tanyakan kepada dokter kapan waktu yang aman untuk kembali berhubungan seks dan merencanakan kehamilan.

Baca Juga : Mencegah Bayi Lahir Prematur, Apa yang Harus Dilakukan Ibu Hamil?

Sumber

Planned Parenthood of Michigan. Caring for Yourself After an Abortion. www.plannedparenthood.org
National Health Service. Risks Abortion. www.nhs.uk
HSE. Physical side effects after having an abortion. www2.hse.ie
Medline Plus. Abortion. medlineplus.gov.
Harvard Health Publishing. Abortion (Termination Of Pregnancy). www.health.harvard.edu
Healthline. (2018). What You Should Know About Pregnancy After Abortion. www.healthline.com
Medical News Today. (2019). What to know about getting pregnant after an abortion.www.medicalnewstoday.com