Ketahui Perbedaan Swab Antigen, Rapid Test dan PCR

Ketahui Perbedaan Swab Antigen, Rapid Test dan PCR

Penulis: Dita | Editor: Atsa

Pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir. Meskipun vaksin sudah mulai diproduksi, belum ada yang bisa memastikan kapan distribusinya bisa merata. Sementara itu kebutuhan akan pengujian virus pada penderita semakin tinggi seiring dengan kembali normalnya berbagai aktivitas.

Seiring berjalannya waktu, alat uji Covid-19 pun semakin beragam. Beberapa cara yang mungkin pernah Anda dengar adalah swab antigen, rapid test dan PCR. Apa sebenarnya yang perbedaan antara ketiga cara pengujian tersebut dan mana yang dianggap paling akurat? Simak penjelasannya berikut ini!

Pengertian Swab Antigen dan Cara Kerjanya

Swab antigen adalah salah satu uji cepat untuk mendeteksi virus Covid-19. Cara pengujiannya adalah dengan mengambil sampel yang ada pada tenggorokan dan pangkal hidung. Langkah ini kurang lebih sama dengan tes PCR. Hanya saja hasil tes swab antigen bisa lebih cepat diketahui dibanding dengan PCR.

Swab antigen dilakukan untuk menemukan protein yang terdapat pada permukaan virus. Cara kerjanya sedikit berbeda dari PCR yang mendeteksi materi genetik di dalam virus Covid-19. Meski mirip, namun dari segi akurasi, swab antigen tidak bisa dijadikan acuan untuk diagnosis. Ini karena reagen yang digunakan bisa saja salah mengenali protein virus atau bahkan tidak mengenalinya sama sekali.

Pakar kesehatan menganjurkan untuk tetap melakukan tes PCR pasca melakukan swab antigen. Terlebih bagi Anda yang memperoleh hasil negatif pada swab antigen namun tetap menunjukkan gejala.

Orang-orang yang berisiko tinggi terpapar Covid-19 juga lebih disarankan untuk mengambil tes PCR alih-alih swab antigen saja.

Pengertian Rapid Test dan Cara Kerjanya

Rapid test merupakan tes Covid-19 yang paling mudah dan simpel. Rapid test dilakukan dengan mengambil sampel darah dari orang yang akan diuji. Selanjutnya, darah akan diletakkan pada perlengkapan atau alat uji untuk membaca ada atau tidaknya protein antibodi dalam darah orang tersebut.

Protein antibodi biasanya akan terbaca jika tubuh sudah membentuknya. Pembentukan akan terjadi saat tubuh seseorang terpapar virus Covid-19 atau material pathogen lainnya. Lantas, bagaimana tingkat akurasi dari rapid test?

Rapid test bisa digunakan sebagai pemeriksaan pendahuluan. Meski sangat berguna untuk menentukan langkah dan tindakan medis lanjutan, namun sama seperti swab antigen, rapid test juga tidak bisa dijadikan acuan untuk melakukan diagnosis. Penyebabnya adalah:

  • Respon tubuh setiap orang dalam pembentukan antibodi berbeda-beda. Ini berisiko memberikan false negative atau false positive
  • Antibodi yang terdeteksi oleh alat rapid test tidak spesifik hanya untuk Covid-19 tapi untuk jenis virus corona yang lain.

Karena tingkat akurasinya yang masih rendah, pakar kesehatan menyarankan orang yang mengambil rapid test untuk mengikuti tes PCR untuk memastikan hasilnya.

Pengertian Tes PCR dan Cara Kerjanya

Di antara tes untuk pengujian Covid-19, CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat) menetapkan PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai gold standard. Artinya, dari segi akurasi PCR memiliki tingkatan paling tinggi.

PCR juga disebut dengan tes molekular. Caranya adalah dengan melakukan usap atau swab di pangkal hidung dan tenggorokan untuk mengambil sampel. Dalam beberapa pengujian, dokter atau tenaga kesehatan mungkin akan melakukan usap sampai ke belakang tenggorokan.

Setelahnya, sampel kemudian dibawa ke lab untuk dideteksi ada atau tidaknya materi genetik virus Covid-19 di dalamnya. Caranya adalah dengan memanfaatkan sampel dari RNA virus yang sudah disalin balik.

Dengan PCR, salinan itu diperbanyak sampai terbentuk rantai DNA. Ini biasanya akan terbaca dalam waktu antara 6 jam sampai 2 hari, tergantung teknologi dan tempat Anda melakukan tes. Untuk memperoleh hasil yang paling akurat, Anda disarankan untuk menggunakan tes PCR.

Meskipun sudah melakukan pengujian, ada peluang hasil tes akan menunjukkan false-negative (tidak terbaca positif meskipun orang tersebut sebenarnya sudah terpapar). Tanpa sadar, orang tersebut akan menyebarkan virus yang dimilikinya pada orang lain.

Karena itu, pastikan Anda mengikuti semua protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Bukan hanya untuk melindungi diri Anda, tapi juga orang-orang di sekitar Anda.

Baca Juga: Penyakit dengan Gejala Mirip Covid-19

Sumber