7 Mitos dan Fakta Tentang Imunisasi yang Perlu Dipahami

7 Mitos dan Fakta Tentang Imunisasi yang Perlu Dipahami

Penulis: Ossy | Editor: Opie

Apakah Anda pernah diimunisasi saat kecil? Atau, Anda sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19?

Vaksinasi atau imunisasi disebut cara terefektif dalam mencegah penyakit menular. Vaksinasi dapat melindungi dan mencegah Anda dari penyakit atau mengurangi keparahan apabila terjangkit suatu penyakit.

Vaksinasi diperkirakan dapat mencegah hingga 3 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun.

Baca Juga: Penting untuk Dipahami, Ini Jadwal Imunisasi untuk Anak

Cara Kerja Vaksin

Bagaimana vaksin bekerja? Ketika Anda diimunisasi atau divaksin, Anda memang akan disuntikkan virus atau bakteri yang telah dilemahkan. Hal ini dimaksudkan agar tubuh telah mengenali dan membentuk kekebalan tubuh.

Vaksinasi akan menghasilkan antibodi terhadap penyakit tertentu dan meningkatkan kekebalan. Tubuh Anda akan mempelajari cara membuat antibodi terhadap suatu penyakit.

Sehingga, jika ada virus atau bakteri yang masuk, antibodi di dalam tubuh akan mengenali dan melemahkannya. Mencegah lebih baik daripada mengobati adalah tujuan dari vaksinasi.

Vaksinasi dan Kekebalan Kawanan

Anda mungkin sering mendengar tentang herd immunity atau kekebalan kawanan. Hal ini terjadi jika dalam suatu wilayah banyak orang yang divaksinasi, makan penyakit akan lebih sulit menyebar, termasuk pada mereka yang divaksinasi.

Ketika Anda melakukan vaksinasi, sebenarnya Anda tidak hanya melindungi diri sendiri tetapi juga orang di sekitar Anda yang belum divaksinasi.

Fakta dan Mitos Vaksinasi

Banyak mitos yang beredar mengenai vaksin. Hal ini terkadang membuat Anda bingung mengenai kebenaran akan mitos yang beredar.

Menghindari anak diimunisasi karena mitos dan informasi yang salah dapat meningkatkan risiko penyakit.

Selain itu, daerah di mana penduduknya mengalami penurunan tingkat vaksin, maka penyakit menular dapat cepat kembali.

Agar tak tesesat, berikut beberapa mitos yang sering dijumpai beserta kebenarannya.

1. ASI dapat menggantikan vaksin

Pernyataan ini tentulah tidak benar dan merupakan mitos. ASI dan vaksin memiliki peran yang sama pentingnya dalam membangun dan saling melengkapi kekebalan tubuh anak dan bayi.

Pencegahan penyakit secara umum dapat dilakukan dengan ASI eksklusif,  gizi yang seimbang dan pola hidup bersih dan sehat. Nah, pencegahan dan perlindungan penyakit yang spesifik dapat dicegah dengan vaksinasi lengkap.

2. Anak menjadi sakit setelah divaksinasi

Mitos tersebut tidaklah benar. Anak-anak mungkin akan demam dan rewel selepas imunisasi.

Namun, demam adalah reaksi pertahanan tubuh terhadap imunisasi.

Demam yang terjadi dapat anak disimpulkan sebagai pertanda bahwa tubuh memiliki pertahanan yang baik dan vaksin yang diberikan bekerja dengan baik.

3. Kandungan vaksin membahayakan tubuh

Hal ini merupakan mitos. Orang seringkali beranggapan vaksin berbahaya karena berisi virus atau bakteri. Komponen utama vaksin adalah antigen.

Vaksin juga biasanya ditambahkan dengan antibiotik, stabilizer, pengawet, dan ajuvan. Antigen yang digunakan adalah bakteri atau virus yang telah dilemahkan atau dibunuh yang bertuhuan merangsang pembentukan antibodi.

Jadi, antigen merangsang terbentuknya kekebalan tubuh tanpa membuat tubuh menjadi sakit. Karena antibodi menghasilkan sel memori yang akan mengingat bagaimana melawan penyakit tertentu, sehingga tubuh lebih terlindungi dari penyakit di masa depan.

4. Kekebalan yang didapat dari terinfeksi penyakit lebih baik daripada vaksin

Pernyataan ini merupakan mitos. Karena tak ada yang menjamin bahwa setelah terinfeksi suatu penyakit tubuh Anda akan lebih kuat atau Anda semakin sehat setelah sakit.

Hal yang lebih sering terjadi setelah infeksi penyakit adalah komplikasi, meninggalkan dampak terhadap tubuh (polio, misalnya), atau bahkan kematian.

Oleh sebab itu, vaksinasi memiliki prinsip mencegah daripada mengobati.

5. Kita tidak perlu melakukan vaksin terhadap penyakit langka

Hal ini pun merupakan sebuah kesalahpahaman. Jika suatu penyakit langka, tidak berarti kita dapat terinfeksi. Sebuah penyakit menjadi langka pun dapat disebabkan karena kekebalan kawanan yang telah terbentuk karena vaksinasi.

Jika vaksinasi di suatu daerah rendah, tidak menutup kemungkinan penyakit dapat kembali menginfeksi banyak orang.

6. Suntikan vaksinasi tidak aman untuk bayi

Banyak orangtua yang merasa kasihan jika anaknya divaksin dan beranggapan vaksin tidaklah aman untuk bayi.

Hal ini juga merupakan kesalahpahaman. Vaksin yang diberikan pada bayi dan anak telah teruji standar dan memiliki dosis sesuai dengan usia anak.

Pelayanan imunisasi atau vaksinasi juga berpegang pada prinsip aman injeksi, penyimpanan sesuai prosedur, dan memperhatikan kontra indikasi.

7. Vaksin menyebabkan anak menjadi autis

Autis merupakan gangguan neurologis di masa perkembangan yang tidak disebabkan karena vaksinasi. Karena gejala autis mulai muncul ketika di usia anak wajib divaksin, beberapa orang kerap mengaitkan vaksin dengan autis.

Hal ini adalah kesalahpahaman. Sampai saat ini, belum ada bukti bahwa imunisasi menyebabkan seorang anak menjadi autis.

Laporan Institutes of Medicine di tahun 2004 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dan vaksin yang mengandung thimerosal sebagai pengawet.

Sebuah penelitian  tahun 2019 terhadap hampir 700 ribu anak selama periode sepuluh tahun menyimpulkan tidak ada hubungan antara vaksin dan autisme.

Imunisasi bukanlah suatu hal yang membahayakan Vaksin yang digunakan tentunya sudah mendapatkan izin dari WHO maupun BPOM.

Reaksi Setelah Vaksin

Setelah imunsasi atau vaksinasi, terkadang muncul reaksi  sebagai bentuk kekebalan tubuh yang bekerja.

Berikut hal yang mungkin terjadi setelah vaksinasi.

  • Daerah yang disuntik terkadang terlihat merah, bengkak, terasa agak sakit selama 2-3 hari
  • Bayi atau anak merasa kurang sehat dan demam selama 1-2 hari
  • Beberapa anak mungkin rewel setelah disuntik, dan merasa lebih baik setelah dipeluk.

Vaksinasi sangat penting bagi setiap orang, termasuk bayi dan anak-anak.

Penting untuk membawa buah hati Anda ke pusat layanan kesehatan untuk diimunisasi sesuai dengan usia dan vaksin yang disarankan.

Jika anak Anda dirasa memiliki alergi tertentu, penting untuk memberitahu dokter sebelum vaksinasi.

Baca Juga: Mengenal Imunisasi Polio Bagi Kesehatan Tubuh

Sumber