{"id":21802,"date":"2021-11-30T17:12:55","date_gmt":"2021-11-30T10:12:55","guid":{"rendered":"https:\/\/gayasehatku.com\/?p=21802"},"modified":"2023-06-18T16:43:34","modified_gmt":"2023-06-18T09:43:34","slug":"kenali-perilaku-social-climber-yang-diam-diam-merugikan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/gayasehatku.com\/kenali-perilaku-social-climber-yang-diam-diam-merugikan\/","title":{"rendered":"Kenali Perilaku Social Climber yang Diam-diam Merugikan"},"content":{"rendered":"
Penulis: Ossy | Editor: Opie<\/p>\n
Ditinjau oleh: dr. Tommy<\/a><\/p>\n Terakhir ditinjau: 16 Juni 2023<\/p>\n <\/p>\n Pernahkah Anda mendengar istilah \u2018pansos\u2019? Pansos adalah singkatan dari perilaku panjat sosial atau social climbing <\/em>yang acap kali merugikan.\u00a0 Dahulu istilah social climber<\/em> diberikan pada mereka yang berusaha meningkatkan status sosial dengan meningkatkan taraf hidup.<\/p>\n Namun, panjat sosial kini bergeser makna. Panjat sosial adalah fenomena di mana seseorang ingin \u2018meningkatkan\u2019 status sosialnya secara instan.<\/p>\n Baca Juga: <\/strong>Ciri-ciri Toxic People dan Cara Menghadapinya<\/a><\/p>\n Panjat sosial seringkali dikaitkan pada mereka yang memanfaatkan orang lain, barang, tempat, dan peristiwa untuk mendapatkan perhatian, keuntungan, serta meningkatkan status sosial.<\/p>\n Misal, memaksa diri membeli kopi mahal ketika berkumpul bersama teman, sedangkan di kost hanya makan mie instan. Panjat sosial benar-benar mengamalkan \u2018biar tekor asal kesohor\u2019.<\/p>\n Panjat sosial tidak hanya merebak di dunia nyata, tetapi juga dunia maya. Para pengguna media sosial tampak berlomba-lomba menaikkan status sosial mereka dengan berbagai cara.<\/p>\n Semua semata untuk mendapatkan pengakuan bahwa status sosial mereka meningkat. Meskipun, apa yang ditampilkan kerap tak sebanding dengan apa yang dimiliki, termasuk ekonomi.<\/p>\n Penelitian Yudhistira (2020) menyebutkan seorang responden terus membuntuti teman kayanya agar bisa berlibur gratis dan memajang fotonya di media sosial. Bahkan, ada yang ke kafe hanya untuk meng-update<\/em> Insta story<\/em> tanpa membeli minuman.<\/p>\n Penelitian Anindhita (2018) pun menemukan tiga responden yang rela membeli segala barang mewah, tetapi memakai pakaian lusuh, bolong, dan makan seadanya di rumah.<\/p>\n Terdapat beberapa hal yang memengaruhi munculnya perilaku panjat sosial di sekitar kita. Berikut beberapa sebabnya:<\/p>\n Seseorang yang panjat sosial memiliki beberapa ciri. Berikut tanda-tanda yang biasa dimiliki oleh mereka yang gemar memanjat tangga strata sosial.<\/p>\n Mengunjungi kafe berramai-ramai, memesan secangkir kopi, dan berfoto bergantian demi unggahan sosial media mungkin saja dilakukan sekelompok orang demi konten.<\/p>\n Mereka yang berperilaku panjat sosial kerap berusaha untuk terlihat jauh di atas keadaan aslinya saat ini.<\/p>\n Menipu dan berdusta untuk mendapatkan perhatian orang lain tidaklah baik. Karena sekali berdusta, kita membutuhkan dusta-dusta kecil lain untuk menutupinya. Sedang di satu sisi, bangkai yang tersembunyi, akan tercium juga akhirnya.<\/p>\n Bergabung dengan geng sosialita, berteman dengan kelompok penggiat hobi tertentu, termasuk berusaha berteman dengan \u2018orang penting\u2019 kerap dilakukan oleh social climber<\/em>.<\/p>\n Terkadang, pemanjat sosial memilih pertemanan bukan berdasarkan kedekatan emosional, tetapi seberapa berpengaruh orang tersebut bagi dirinya, dan seberapa besar manfaat mereka demi popularitasnya.<\/p>\n Teman mereka mungkin banyak, tetapi tidak ada yang benar-benar dekat.<\/p>\n Mereka kerap berpenampilan mewah, memakai segala yang branded<\/em> untuk mendapatkan pengakuan.<\/p>\n Meskipun, apa yang mereka pakai kadangkala tidak cocok. Namun, sesuatu yang sedang tren seringkali mereka kejar agar terkesan up-to-date<\/em> dan mendapatkan perhatian.<\/p>\n Baca Juga : <\/strong>Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental Anak sejak Dini<\/a><\/p>\n Penelitian Anindhita (2018)\u00a0 menemukan bahwa pelaku panjat sosial kerap berbohong atau berhutang untuk mendapatkan sesuatu yang ingin mereka pakai.<\/p>\n Memakai barang palsu pun kadang dilakukan. Beberapa dari mereka terkadang juga menyampingkan kebutuhan primer demi kebutuhan tersier. Hal ini\u00a0 tentunya kurang baik jika terus-menerus terjadi.<\/p>\n Tak jarang, mereka berteman agar mendapatkan keuntungan tertentu, seperti selalu ditraktir dan diajak berlibur. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh seorang responden dari penelitian Yudhistira (2020).<\/p>\n Pemanjat sosial seringkali berusaha mendapatkan manfaat dari pertemanan. Semakin bermanfaat bagi hidupnya, semakin ia berusaha mendekatinya.<\/p>\n Pemanjat sosial seringkali berpikir bahwa orang lain harus memiliki manfaat bagi hidupnya tanpa memperdulikan perasaan temannya. Hal ini pun membuat mereka kerap kurang bisa menaruh empati dengan teman-temannya.\u00a0 Pemanjat sosial cenderung narsis, egois, dan kurang dapat berempati dengan orang lain.<\/p>\n Menggosipkan si X untuk mendapatkan hubungan yang baik dengan R, karena tahu R tidak menyukai X, bisa saja terjadi.<\/p>\n Mereka pun kerap bermulut manis agar Anda menyukainya, meskipun mungkin di balik layar mereka memaki-maki Anda.<\/p>\n Mereka bisa saja membatalkan janji dengan Anda, karena mendapatkan undangan menghadiri sesuatu yang lebih besar dampaknya terhadap hidup mereka.<\/p>\n Mereka juga sulit untuk diandalkan, karena bagi mereka, orang lainlah yang seharusnya mereka andalkan dan manfaatkan.<\/p>\n Meskipun terlahir sebagai lebah biasa, mereka berusaha menjadi ratu lebah dalam lingkatan pertemanannya. Mereka berusaha mengatur mau ke mana hari ini, apa yang dipakai, hingga mungkin siapa yang akan mentraktir.<\/p>\n Pemanjat sosial pun tak segan mendepak teman yang ia anggap merugikan dan tak lagi bisa dimanfaatkan.<\/p>\n Menjadi pemanjat sosial mungkin menyenangkan bagi sebagian orang. Hal itu bisa jadi meningkatkan harga diri dan kepuasaan akan kebutuhan untuk diakui. Namun, selalu ada konsekuensi dari segala pilihan.<\/p>\n Lagipula, berusaha hidup sesuai dengan kemampuan dan berteman dengan tulus seringkali lebih membawa kedamaian.<\/p>\n Baca Juga: <\/strong>Sering Merasa Minder? Ini 6 Tips Membangun Rasa Percaya Diri<\/a><\/p>\nSumber<\/span> Anindhita, W. (2018). Dramaturgi Dibalik Kehidupan Social Climber. Jurnal Komunikasi dan Bisnis, 6(1), 1-11<\/a>. jurnal.kwikkiangie.ac.id\u00a0<\/span><\/p>\n Kembau, Agung Stefanus. (2015). The Raise Of Social Climbers & Its Influences To Branded Items Consumption (Case Study: Manado Society, North Sulawesi).<\/a><\/span> Psychology Today. 2012.\u00a0 Eight Signs a “Friend” Is a Social Climber<\/a>. www.psychologytoday.com<\/a><\/span><\/p>\nMengenal Lebih dalam Tentang Fenomena Social Climber<\/strong><\/h3>\n
Penyebab Seseorang Menjadi Social Climber<\/strong><\/h3>\n
\n
Ciri-ciri Seorang Social Climber<\/strong><\/h3>\n
1. Seringkali memanipulasi keadaaan demi status dan pengakuan<\/strong><\/h4>\n
2. Berteman untuk meningkatkan status sosial<\/strong><\/h4>\n
3. Sangat peduli akan penampilan<\/strong><\/h4>\n
4. Berusaha keras menggunakan barang mahal meski sebenarnya tak terjangkau<\/strong><\/h4>\n
5. Senang memanfaatkan relasi demi keuntungan pribadi<\/strong><\/h4>\n
6. Kurang empati terhadap orang lain<\/strong><\/h4>\n
7. Terkadang, menjadi munafik<\/strong><\/h4>\n
8. Kurang bisa dipercaya dan diandalkan<\/strong><\/h4>\n
9. Mereka berusaha menjadi \u2018Queen bee<\/em>\u201d<\/strong><\/h4>\n
\nGadjah Mada International Journal of Business. Vol. 3, No. 1. www.academia.edu<\/span><\/p>\n