{"id":10287,"date":"2021-01-17T11:37:45","date_gmt":"2021-01-17T04:37:45","guid":{"rendered":"https:\/\/gayasehatku.com\/?p=10287"},"modified":"2023-10-09T11:49:16","modified_gmt":"2023-10-09T04:49:16","slug":"pengobatan-dan-pencegahan-batuk-rejan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/gayasehatku.com\/pengobatan-dan-pencegahan-batuk-rejan\/","title":{"rendered":"Pengobatan dan Pencegahan Batuk Rejan"},"content":{"rendered":"
Penulis: Agnes | Editor: Umi<\/p>\n
Ditinjau oleh: dr. Bianda Dwida<\/a><\/p>\n Terakhir ditinjau: 7 November 2022<\/p>\n <\/p>\n Pertusis (whooping cough<\/em>) atau lebih dikenal sebagai batuk rejan adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi oleh bakteri Bordetella pertusis. Bakteri ini menyerang pernapasan bagian atas dengan menghasilkan racun yang dapat mengganggu sistem pernapasan.<\/p>\n Akibatnya, saluran pernapasan mengalami pembengkakan dan peradangan. Hal ini mengakibatkan tubuh bereaksi dengan menghasilkan lendir untuk menangkap bakteri sehingga penderita akan mengalami batuk keras secara terus-menerus disertai dengan tarikan napas yang panjang di mulut atau whooping<\/em>.<\/p>\n Baca Juga: <\/strong>Ketahui Penyebab dan Gejala Batuk Rejan (Pertusis)<\/a><\/p>\n Batuk rejan dapat berlangsung lama, mulai dari 2 minggu hingga 100 hari. Meskipun memiliki gejala yang serupa, pertusis tidak sama dengan tuberkulosis (TB) karena disebabkan oleh bakteri yang berbeda.<\/p>\n Penyakit ini memiliki tingkat penularan yang tinggi. Bakteri Bordetella pertusis mudah ditularkan dari penderita ke orang lain. Media penularan penyakit ini adalah udara dan kontak langsung dengan penderita.<\/p>\n Melalui batuk dan bersin, partikel yang terinfeksi oleh bakteri akan menyebar melalui udara. Oleh karena itu, penyakit ini dapat menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa. Selain itu, penyakit ini akan berisiko tinggi jika dialami oleh bayi dan lansia.<\/p>\n Penyakit batuk rejan sudah dikenal sejak lama. Pada 1640, abad pertengahan, penyakit pertusis mulai dikenalkan oleh Guillaume de Baillou. Selanjutnya, bakteri Bordetella pertusis ini berhasil diisolasi oleh Bordet dan Gengou.<\/p>\n Sebelum adanya vaksin, di Amerika Serikat penyakit pertusis atau batuk rejan adalah penyakit umum yang sering menyerang anak-anak dengan catatan 200.000 kasus per tahun.<\/p>\n Penyakit ini akhirnya dapat ditekan penularannya setelah ditemukannya vaksin. Berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) tahun 2012 tercatat 48. 277 kasus pertusis. Angka tersebut menunjukkan bahwa pemberian vaksin terbukti efektif menurunkan tingkat penularan pertusis.<\/p>\n Baca Juga: <\/strong>Batuk Berdarah (Hemoptisis): Penyebab dan Pengobatan<\/a><\/p>\n Penyakit batuk rejan harus diatasi dengan tepat. Perawatan dini sangat penting karena dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit.<\/p>\n Selain itu, pengobatan dini bisa mencegah penularan pertusis secara luas, terutama pada bayi yang rentan terhadap penyakit ini. Perawatan intensif pada penderita akan efektif jika gejala spesifik pertusis muncul.<\/p>\n Selama penyembuhan, penderita akan diberi antibiotik<\/a>. Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri Bordetella pertusis dan membantu penderita pulih lebih cepat. Antibiotik juga berguna untuk menghentikan infeksi pada penderita pertusis.<\/p>\n Dokter biasanya akan meresepkan kortikosteroid jika penderita memiliki gejala yang parah. Obat ini diberikan bersamaan dengan antibiotik.<\/p>\n Kortikosteroid<\/a> mengandung hormon steroid yang sangat efektif mengurangi peradangan pada saluran napas, sehingga memudahkan pasien untuk bernapas.<\/p>\n Selain pengobatan medis, penderita pertusis dianjurkan merawat diri di rumah guna mempercepat penyembuhan dengan cara:<\/p>\n Jangan memberikan obat batuk yang dijual bebas pada penderita pertusis secara sembarangan, kecuali jika diinstruksikan oleh dokter. Pemberian obat batuk secara sembarangan dapat menimbulkan efek samping, terutama untuk anak di bawah usia 4 tahun.<\/p>\n Pada tahun 1940-an pemberian vaksin baru dilakukan secara meluas setelah dikombinasikan dengan toksoid tetanus dan difteri (DTP<\/a>). Imunisasi vaksin terbukti mencegah penularan dan menurunkan angka kematian akibat pertusis sebesar 80%.<\/p>\n Imunisasi dasar dapat dilakukan secara berkala pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Setelah itu, anak dianjurkan melakukan imunisasi lanjutan (booster<\/em>) untuk mendapatkan pencegahan yang optimal. Bagi anak-anak di atas usia 7 tahun hingga usia dewasa dapat diberi vaksin Tdap (tetanus, difteri, dan pertusis aseluler).<\/p>\n Selain itu, wanita hamil juga direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi booster<\/em> untuk melindungi bayi dari penyakit pertusis, tetanus, dan difteri. Vaksinasi booster<\/em> ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 27 hingga 36 minggu.<\/p>\n Penularan pertusis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan lingkungan. Pastikan sirkulasi udara di rumah Anda baik.<\/p>\n Rajin mencuci tangan dengan sabun juga dapat meminimalisasi penularan pertusis. Jika tidak ada sabun, gunakan antiseptik untuk membunuh kuman di tangan Anda. Selain itu, gunakan masker ketika berpergian di luar rumah untuk mencegah penyebaran bakteri dan virus melalui droplet.<\/p>\n Baca Juga: <\/strong>Jenis Obat Batuk Bayi yang Aman Dikonsumsi<\/a><\/p>\n <\/p>\n Sumber<\/span> Center for Disease Control and Prevention. 2017. Pertussis (Whooping Cough)<\/a>. www.cdc.gov <\/div><\/span><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":" Penulis: Agnes | Editor: Umi Ditinjau oleh: dr. Bianda Dwida Terakhir ditinjau: 7 November 2022 Pertusis (whooping cough) atau lebih dikenal sebagai batuk rejan adalah penyakit menular yang disebabkan infeksi oleh bakteri Bordetella pertusis. Bakteri ini menyerang pernapasan bagian atas dengan menghasilkan racun yang dapat mengganggu sistem pernapasan. Akibatnya, saluran pernapasan mengalami pembengkakan dan…<\/p>\nPengobatan <\/strong>Pertusis<\/h3>\n
1. <\/strong>Antibiotik<\/h4>\n
2.<\/strong>\u00a0Kortikosteroid<\/h4>\n
3.<\/strong> Perawatan Mandiri<\/h4>\n
\n
Pencegahan <\/strong>Pertusis<\/h3>\n
\n<\/span>Etskovitz H, Anastasio N, Green E, May M. Role of Evolutionary Selection Acting on Vaccine Antigens in the Re-Emergence of Bordetella Pertussis. Diseases. 2019 Apr 16;7(2).
\n<\/span>Kambang, Sariadji, dkk. 2016. Studi Kasus Bordetella Pertussis pada Kejadian Luar Biasa di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah yang Dideteksi dengan PCR. Jakarta: Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes RI.
\n<\/span>Mayo Clinic. 2019. Whooping Cough<\/a>. www.mayoclinic.org
\n<\/span>MyDr. 2019. Whooping Cough Overview<\/a>. www.mydr.com.au
\n<\/span>National Library of Medicine. 2006. Bordetella Pertussis infections in vaccinated and unvaccinated adolescents and adults, as assessed in a national prospective randomized Acellular Pertussis Vaccine Trial (APERT)<\/a>. pubmed.ncbi.nlm.nih.gov
\n<\/span>Verywell Health. 2020. On Overview of Pertussis in Adults. www.verywellhealth.com
\n<\/span>WHO. Pertusis<\/a>. www.who.int<\/span><\/p>\n