Mengenal Diuretik, Salah Satu Obat untuk Hipertensi

Mengenal Diuretik, Salah Satu Obat untuk Hipertensi

Penulis: Dita | Editor: Umi

Diuretik merupakan salah satu kelas obat-obatan yang paling banyak digunakan untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Obat ini bekerja menurunkan tekanan darah dengan membuang kelebihan air dan garam di dalam tubuh melalui ginjal. Efeknya, jantung akan memompa darah dengan lebih baik.

Diuretik dikenal juga dengan sebutan ‘pil air’. Selain untuk menurunkan tekanan darah tinggi, obat-obatan ini juga digunakan untuk mengatasi gagal jantung dan masalah ginjal.

Diuretik juga bisa membantu membuat pernapasan menjadi lebih mudah. Untuk tekanan darah diuretik dapat dikonsumsi secara tunggal atau dikombinasikan dengan obat-obatan lain.

Baca Juga: Cara Kerja Nifedipine untuk Atasi Hipertensi

Jenis-jenis Diuretik

Secara umum, ada 3 jenis diuretik yang biasa digunakan untuk pengobatan yakni diuretik thiazide, loop, dan diuretik hemat kalium. Semuanya memiliki cara kerja yang sama yakni membuat tubuh Anda mengeluarkan lebih banyak cairan dalam bentuk urin.

Diuretik Thiazide

Diuretik jenis thiazide adalah yang paling sering diresepkan. Obat ini paling umum dipakai untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Tidak hanya bekerja dengan cara mengurangi penyerapan natrium pada distal tubulus ginjal, thiazide juga bisa membuat pembuluh darah menjadi relaks.

Thiazide kadang diminum dengan obat lain yang digunakan untuk mengatasi hipertensi. Beberapa contoh obat-obatan diuretik jenis thiazide adalah klortalidon hidroklorotiazid (mikrozida), metolazon, dan indapamide.

Diuretik Loop

Diuretik loop lebih sering diresepkan pada pasien gagal ginjal. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi penyerapan natrium, kalium, dan klorida pada lengkung Henle di organ ginjal.

Efeknya, jumlah air dan garam yang dikeluarkan lewat urin juga akan meningkat. Contoh diuretik loop meliputi torsemida, furosemid, dan bumetanida.

Diuretik Hemat Kalium

Diuretik hemat kalium bekerja dengan cara mengurangi kadar cairan dalam tubuh Anda tanpa membuat tubuh kehilangan kalium, salah satu nutrisi penting. Jenis diuretik lainnya bisa menyebabkan Anda kehilangan kalium yang bisa memicu masalah kesehatan lain, seperti aritmia (detak jantung tidak beraturan).

Diuretik hemat kalium dapat diresepkan kepada pasien yang berisiko mengalami kadar kalium rendah, seperti mereka yang mengonsumsi obat-obatan yang bisa menguras kalium dalam tubuh. Contoh diuretik hemat kalium termasuk amilorida, triamteren, spironolakton (Aldakton) dan eplerenone.

Bagaimana Dosis Penggunaan Diuretik?

Ikuti petunjuk pada label kemasan. Kalau dokter meresepkan obat tersebut untuk diminum satu kali dalam sehari, minumlah di pagi hari segera setelah selesai sarapan. Jika Anda mengonsumsi lebih dari satu dosis sehari, konsumsi dosis yang terakhir selambat-lambatnya pukul 4 sore.

Jumlah dosis yang harus diminum setiap harinya, jeda waktu antara dosis, dan berapa lama Anda harus mengonsumsinya tergantung pada kondisi dan jenis diuretik yang Anda konsumsi. Pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Apakah Ada Efek Samping Konsumsi Diuretik?

Jika diminum sesuai dosis anjuran, diuretik sangat aman dikonsumsi. Namun, tetap ada beberapa efek samping yang mungkin Anda rasakan antara lain:

  • Sering buang air kecil. Karena efeknya yang membuat cairan keluar lebih banyak lewat urin, Anda mungkin akan lebih sering buang air kecil selama setidaknya 6 jam setelah mengonsumsi satu dosis obat.
  • Merasa lelah atau lemas berlebihan. Kedua kondisi ini akan menghilang dengan sendirinya seiring dengan penyesuaian yang dilakukan oleh tubuh. Apabila kondisi ini tidak membaik, segera hubungi dokter Anda.
  • Nyeri otot, haus, kehilangan selera makan, mual, atau muntah. Kalau Anda mengalami kondisi ini, kemungkinan kalium di dalam tubuh Anda terlalu rendah. Pastikan Anda meminum suplemen kalium dalam jumlah yang benar (jika dokter meresepkannya). Kalau gejalanya tidak berkurang atau hilang, hubungi dokter.
  • Penglihatan kabur, kebingungan, sakit kepala, produksi keringat meningkat, dan merasa gelisah. Kalau kondisi ini bertahan selama beberapa waktu atau semakin parah, bicarakan kondisi ini dengan dokter.
  • Dehidrasi. Beberapa pertanda jika Anda mengalami dehidrasi adalah rasa haus yang ekstrem, mulut terasa sangat kering, jumlah urin yang dikeluarkan lebih sedikit, urin berwarna lebih gelap, dan sembelit. Jika Anda mengalami salah satu dari tanda-tanda ini, jangan berasumsi bahwa Anda hanya kurang minum. Hubungi pusat kesehatan segera untuk mendapatkan penanganan.

Selain efek samping ringan di atas, pada kasus yang lebih serius (tetapi langka), diuretik juga bisa menyebabkan berbagai gejala, seperti reaksi alergi, gagal ginjal, dan detak jantung yang tidak teratur.

Kalau Anda mengalami reaksi efek samping yang mengganggu, bicarakan dengan dokter. Dokter mungkin akan meresepkan obat yang berbeda atau memberikan kombinasi obat untuk mengurangi efek sampingnya.

Terlepas dari ada atau tidaknya efek samping yang muncul, jangan berhenti mengonsumsi diuretik Anda sebelum berkonsultasi dengan dokter.

Baca Juga: Ketahui Berbagai Jenis Obat Darah Tinggi dan Efek Sampingnya

Sumber

Webmd. (2020). Treating Heart Failure with Diuretics. www.webmd.com

Mayo Clinic. (2019). Diuretics. www.mayoclinic.org

Verywell Health. (2021). Concern When Taking Diuretics for Hypertension. www.verywellhealth.com

Healthline. (2019). What to Know About Diuretics. www.healthline.com