Ketahui Serangga Penyebab Kantuk, Lalat Tsetse

Ketahui Serangga Penyebab Kantuk, Lalat Tsetse

Penulis: Anita | Editor: Ratna

Dari dulu sampai sekarang, lalat selalu dianggap sebagai serangga pembawa penyakit. Namun, siapa sangka, lalat tidak hanya menularkan bibit penyakit melalui kontak dengan makanan dan minuman, tetapi juga bisa secara langsung melalui gigitan pada kulit!

Lalat tsetse merupakan salah satu spesies lalat yang menghisap darah manusia maupun binatang untuk kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, sama seperti nyamuk yang membawa virus demam berdarah, lalat tsetse juga dapat memasukkan parasit berbahaya ke dalam tubuh manusia.

Lalat tsetse dikenal sebagai serangga penyebab kantuk karena hewan ini dapat menularkan parasit yang menyebabkan penyakit African Sleeping Sickness yang salah satu ciri utamanya adalah rasa kantuk di siang hari.

Mengenal Lalat Tsetse Si Serangga Penyebab Kantuk

Anda tidak perlu khawatir dengan keberadaan serangga penyebab kantuk ini, karena, lalat tsetse atau lalat tiktik hanya dapat ditemukan di Afrika saja. Lalat tsetse memiliki panjang kurang lebih 6-16 milimeter dan berwarna kuning kecoklatan atau coklat tua.

Serangga penyebab kantuk ini umumnya lebih aktif di pagi atau siang hari serta bersarang di daerah hutan, tetapi terkadang lalat tsetse juga mencari mangsa di daerah rerumputan. Berbeda dengan nyamuk, lalat tsetse betina maupun jantan bertahan hidup dengan menghisap darah.

Dua jenis lalat tsetse yang sering menjadi pembawa parasit penyebab African Sleeping Sickness adalah yang berjenis Glossina palpalis dan G. morsitans. Glossina palpalis sering ditemukan di ladang dekat perairan sementara lalat tsetse varian G.morsitans tinggal di daerah hutan.

Saat seseorang digigit oleh lalat tsetse, secara otomatis parasit penyebab African Sleeping Sickness yang terdapat dalam air liur lalat tsetse akan langsung masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi sistem saraf.

Apa Itu Penyakit African Sleeping Sickness?

African Sleeping Sickness adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit T. B. Rhodesiense dan T. b. Gambiense yang disebarkan melalui air liur lalat tsetse. Pada kasus tertentu, penyakit ini juga bisa ditularkan melalui transfusi darah atau organ tubuh, dan dari ibu ke bayi dalam kandungan.

Sesuai namanya, African Sleeping Sickness dikenal dengan ciri utamanya yang membuat penderitanya merasa ngantuk di siang hari. Apabila tidak segera ditangani, African Sleeping Sickness dapat menyebabkan gangguan saraf yang serius dan kematian.

Berdasarkan jenis parasitnya, terdapat dua jenis African Sleeping Sickness, yaitu:

West African Sleeping Sickness

West African Sleeping Sickness adalah jenis African Sleeping Sickness yang paling umum terjadi dan sering dijumpai di bagian barat dan tengah Afrika.

Penyakit ini dipicu oleh parasit T. b. Gambiense yang bisa tinggal di dalam darah selama berbulan-bulan sampai dua tahun sebelum akhirnya menginfeksi sistem saraf.

Penderita West African Sleeping Sickness dapat mengalami gejala yang parah dalam kurun waktu 3-7 tahun jika infeksinya tidak segera ditangani.

East African Sleeping Sickness

Berbeda dengan West African Sleeping Sickness, East African Sleeping Sickness diakibatkan oleh parasit T.b. Rhodesiense yang menginfeksi sistem saraf dalam waktu beberapa minggu saja. Gejala yang dirasakan bisa langsung dengan cepat menjadi lebih parah dalam kurun waktu satu bulan.

East African Sleeping Sickness sering terjadi di bagian tengah dan timur Afrika, seperti Kenya, Malawi, dan Zimbabwe.

Baca Juga: Ketahui Gejala Infeksi Parasit dan Cara Mengatasinya

Gejala African Sleeping Sickness

Bekas gigitan lalat tsetse akan terasa sakit, bengkak, dan berwarna merah. Di tahapan ini, parasit dari air liur lalat tsetse sudah berada di dalam darah.

Awalnya, penderita African Sleeping Sickness hanya akan mengalami gejala fisik yang ringan dan mirip dengan infeksi-infeksi biasa lainnya, seperti demam, nyeri otot dan sendi, pembengkakan kelenjar limpa, gatal-gatal, ruam pada kulit, sakit kepala, pembengkakan pada tangan atau sekitar mata, penurunan berat badan, dan merasa lemas.

Saat parasit sudah masuk ke sistem saraf, penderitanya akan mengalami gejala yang lebih parah, seperti merasa ngantuk di siang hari, kelumpuhan, kejang-kejang, kesulitan tidur pada malam hari, linglung, perubahan kepribadian, sulit fokus, mengalami masalah pada keseimbangan, berbahasa, dan pergerakan tubuh, serta koma. Jika tidak segera ditangani, penderita African Sleeping Sickness dapat mengalami kematian.

Pencegahan African Sleeping Sickness

Mencegah lebih baik daripada mengobati, karenanya jika Anda akan atau sedang bepergian ke Afrika, Anda perlu melakukan beberapa pencegahan untuk menghindari gigitan dari lalat tsetse.

Sangat disarankan untuk memakai pakaian yang agak tebal, berwarna netral, dan tertutup serta menggunakan topi. Hindari memakai pakaian yang berwarna metalik atau gelap, seperti biru dan hitam, karena lalat tsetse tertarik dengan warna-warna tersebut.

Saat sedang berjalan-jalan pada siang hari, hindari semak-semak dan daerah yang rawan lalat tsetse. Jangan lupa untuk mengecek ada tidaknya lalat tsetse di kendaraan yang akan ditumpangi. Sebaiknya pilih kendaraan yang tidak terbuka karena lalat tsetse tertarik dengan debu dari binatang atau kendaraan yang sedang bergerak.

Semprotan anti-serangga belum terbukti dapat mengusir lalat tsetse, tapi alangkah baiknya jika Anda tetap menggunakan semprotan anti-serangga untuk menangkal gigitan serangga lain yang juga berpotensi menularkan penyakit. Anda juga bisa menggunakan kelambu saat sedang tidur untuk menghindari gigitan Si Serangga Penyebab Kantuk, lalat tsetse.

Baca Juga: Pertolongan Pertama dan Pengobatan Sengatan Tawon/Lebah

Sumber

Britannica. tsetse fly. www.britannica.com

CDC. (2020). African Trypanosomiasis (African Sleeping Sickness). wwwnc.cdc.gov

Johns Hopkins Medicine. African Trypanosomiasis. www.hopkinsmedicine.org

Verywell Health. (2020). An Overview of African Sleeping Sickness. www.verywellhealth.com

WebMD. African Trypanosomiasis. www.webmd.com