ADHD, Pengaruhnya dan Bagaimana Penanganannya

ADHD, Pengaruhnya dan Bagaimana Penanganannya

Penulis: Dita | Editor: Atsa

Ditinjau oleh: dr. Putri Purnamasari

Terakhir ditinjau: 14 Agustus 2020

 

Attention-deficit and hyperactivity disorder atau yang lebih dikenal dengan istilah ADHD (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH) merupakan kondisi yang sering disalahpahami di kehidupan sosial. Kesulitan konsentrasi, sikap impulsif, susah melakukan sesuatu secara teratur hingga berbagai gejala lainnya kerap dianggap sebagai sebuah bentuk kemalasan. Tidak jarang anak-anak dengan ADHD dianggap bermasalah di lingkungan sekolah maupun lingkungan sosialnya.

1. ADHD di Masa Kanak-kanak

Secara umum, anak-anak terutama di usia pra sekolah hingga sekolah dasar memang cenderung aktif, berisik dan kadang impulsif. Kadang mereka bermain sampai gaduh. Melompat, lari dan memanjat. Kebanyakan anak sulit disuruh duduk tenang di kursinya. Mereka lebih suka menjelajah sekelilingnya alih-alih hanya diam di satu tempat saja. Ini adalah bagian yang normal dari kehidupan masa kanak-kanak.

Namun untuk anak yang memiliki masalah ADHD, perilaku ini sangat parah. Kadang mengganggu dan menyebabkan gangguan fungsi yang signifikan baik di sekolah, rumah dan anak-anak. Mereka mungkin dianggap memiliki tingkat ‘kenakalan’ yang berlebihan untuk anak seusia itu.

2. ADHD di Masa Puber

Meski banyak orang beranggapan kalau ADHD hanyalah kondisi yang muncul di masa kanak-kanak, faktanya gejala bisa terus muncul sampai masa puber bahkan usia dewasa. Di masa remaja, anak-anak akan menghadapi beragam masalah terkait dengan pubertas. Meningkatnya kemandirian di usia ini membuat hidup dengan ADHD menjadi lebih kompleks.

Akibatnya, remaja yang mengidap ADHD akan tampak lebih rentan dan cenderung lebih impulsif dalam mengambil keputusan dibandingkan teman-teman sebayanya. Karena usia yang lebih tua, hasil dari perilaku ini mungkin akan menyebabkan masalah yang serius seperti penggunaan narkotika.

3. ADHD di Masa Dewasa

ADHD bukanlah penyakit yang hanya menunjukkan gejala pada anak-anak. Diperkirakan 30 sampai 70 persen anak yang menderita ADHD akan tetap menunjukkan gejala hingga dia dewasa. Hiperaktivitas memang bisa berkurang seiring dengan pertambahan usia. Tapi gejala seperti kegelisahan, mudah terganggu dan sulit fokus bisa terus berlanjut. Kondisi ini membuat banyak orang dewasa dengan ADHD sulit melakukan fungsinya secara efektif dalam lingkungan kerja maupun sosial.

Terapi dan Pengobatan untuk Penderita ADHD

Hingga saat ini belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan ADHD secara total. Namun bukan berarti seorang penderita ADHD tidak bisa menjalani kehidupannya secara normal. Ada beberapa terapi dan pengobatan yang bisa dicoba untuk meminimalisir munculnya gejala.

Pilihan pengobatan bisa berupa pemberian obat oral hingga intervensi perilaku. Dalam banyak kasus, pemberian obat-obatan saha sudah cukup efektif. Namun banyak tenaga medis menyarankan bahwa memasukkan opsi pengobatan lain juga penting.

Pengobatan ADHD dengan Obat Stimulan dan Non Stimulan

Obat-obatan seringkali jadi bagian penting dari perawatan untuk anak-anak dengan ADHD. Namun itu bisa menjadi keputusan yang sulit bagi para orang tua. Untuk memilih opsi terbaik, Anda dan dokter harus bekerja sama memutuskan apakah pengobatan merupakan pilihan yang baik. Jika memang ya, tanyakan kepada dokter apakah obat hanya diperlukan selama jam sekolah saja, atau di malam hari dan akhir pekan juga.

Ada dua jenis obat yang biasanya disarankan oleh tenaga kesehatan yakni obat stimulan dan non stimulan. Yang termasuk obat-obatan stimulan antara lain stimulan berbasis amphetamine (Adderall, Dexedrine, Dextrostat), dextromethamphetamine (Desoxyn), dextromethylphenidate (Focalin) dan methylphenidate (Concerta, Daytrana, Metadate, Ritalin).

Obat-obatan non stimulan akan disarankan jika pemberian obat stimulan tidak bekerja maksimal atau menyebabkan efek samping yang sulit diatasi. Beberapa jenis obat non stimulan bekerja dengan meningkatkan level norepinefrin di otak anak yang akan membantunya memusatkan perhatian dan ingatan. Obat-obatan tersebut bisa berupa atomoxetine (Strattera) atau antidepresan seperti nortriptyline (Pamelor).

Perlu diketahui bahwa setiap jenis obat-obatan memiliki efek samping yang berbeda-beda. Konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter Anda untuk menemukan obat yang paling tepat.

Pengobatan ADHD dengan Terapi

Sama seperti obat-obatan, ada beragam jenis terapi yang bisa Anda coba untuk meringankan gejala ADHD. Psikoterapi misalnya, berguna untuk membuat anak atau penderita terbuka dengan masalah sosial yang dihadapinya. Psikoterapi bisa membantu mereka untuk bisa lebih baik dalam menjalani hubungan dengan lingkungan sekitarnya.

Terapi kedua adalah terapi tingkah laku yang tujuannya untuk mengajarkan kepada anak untuk mengubah kebiasaan yang dianggap tidak sesuai. Terapi ini memerlukan kerja sama tidak hanya orang tua dengan dokter tapi juga dengan orang-orang terdekatnya.

Pelatihan kemampuan sosial atau social skills training diperlukan jika anak memiliki tingkat kesulitan yang serius dalam menghadapi kehidupan sosialnya. Sama seperti terapi tingkah laku, tujuan social skills training adalah untuk mengajarkan pada anak untuk bermain dan berhubungan baik dengan sesama.

Lewat pemilihan obat dan terapi yang sesuai, gejala ADHD bisa ditangani dengan baik. Dengan begitu, penderita tetap bisa melakukan aktivitas hariannya dengan normal.

Baca Juga: Mengenal lebih Jauh tentang Hyperactivity Disorder

Sumber


Healthline (2017). ADHD Treatment Options. www.healthline.com
Verywell Mind (2019). What Living With ADHD Is LIke and How It Affects Your Life Over Time. www.verywellmind.com
Verywell Mind (2019). Strategies for Living Well With ADHD. www.verywellmind.com
Archives of Disease in Childhood (2005). The Effect Of ADHD on the Life of an Individual, Their Family, and Community from Preschool to Adult Life. www.adc.bmj.com